BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kesehatan gigi
menjadi masalah nasional. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari
kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab
kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan.
Kebersihan mulut yang tidak diperhatikan, akan menimbulkan masalah salah
satunya kerusakan pada gigi seperti karies atau gigi berlubang.
Masalah kesehatan
gigi dan mulut merupakan masalah yang rentan dihadapi oleh kelompok anak usia
Sekolah Dasar (SD). Struktur gigi pada masa anak-anak terutama usia SD,
termasuk dalam jenis gigi bercampur yaitu gigi susu dan gigi permanen yang
rentan mengalami karies gigi (Rahmawati, 2011). Karies merupakan kerusakan yang
terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin
atau tulang gigi (Kusumawardani, 2011).
Pendekatan baru untuk pengendalian karies disebut
Atraumatic Restorative Treatment (ART). ART merupakan salah satu metode
konservasi gigi menggunakan alat yang sederhana yaitu hanya menggunakan
instrumen tangan/instrumen genggam, yang mudah dibawa-bawa, tanpa menggunakan
bor, tidak memerlukan unit gigi (dental unit dan dental chair), dan tidak
memerlukan jaringan pipa air maupun jaringan listrik khusus. Metode yang tidak
menyakitkan ini memudahkan pelaksanaan deteksi dini dan perawatan dini karies.
Sesuai pedoman World Health Organization (WHO) pelaksanaan tumpatan atau
restorasi menggunakan adhesive dental materials yaitu Glass lonomer Cement (GIC).
Glass lonomer Cement merupakan bahan tumpat yang
mengandung fluor, dapat melepaskan ion fluor dalam jangka panjang sehingga
berfungsi sebagai reservoir fluor, bersifat rechargeable, biocompatible dengan
jaringan gigi, berikatan dengan dentin dan email secara kimiawi melalui
mekanisme pertukaran ion.
Perkembangan metode ART sangat menunjang konsep
pengendalian karies melalui early detection, maximal prevention, minimal
invasive and minimal cavity preparation. Konsep dasar ART adalah preventif
sekaligus sebagai kuratif, sehingga kasus lanjut, maupun kehilangan gigi
prematur dapat dicegah.
Berbagai studi melaporkan bahwa penggunaan QIC-ART
menunjukkan efektifitas dan efisiensi yang bermakna dalam upaya pengendalian
karies pada masyarakat.
Di
Indonesia telah dilakukan upaya pengendalian karies yang terintegrasi dengan
program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) pada anak usia sekolah dasar (SD). Selain
itu juga Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD) dan integrasi dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Namun ternyata rerata DMFT cenderung meningkat, tahun 1970 DMF-T = 0,70, tahun
1980 DMFT=2,30, tahun 1990 DMF-T = 2,70, dan tahun 2007 DMFT = 4,8. Demikian
pula prevalensi penyakit karies belum terlihat menuju perbaikan, masih berkisar
70%.4.
Artikel ini merupakan kajian altematif upaya pengendalian
karies yang efektif dan efisien dengan ART-GIG, yang pernah dilakukan di
berbagai Negara, sebagai masukan dalam perencanaan dan pengembangan program
pengendalian karies dan peningkatan status kesehatan gigi..
Kurangnya
pemahaman masyarakat bahwa pencegahan karies dapat dilakukan sejak dini
mempengaruhi tingginya insidensi karies pada gigi anak. Dengan melakukan diet
makanan yang mengandung kadar gula yang tinggi dan melakukan pembersihan plak
gigi dengan teratur dapat menekan angka resiko karies pada anak, sehingga
kualitas hidup anak menjadi lebih tinggi (Rantelino, 2014).
Menurut data Riset
Kesehatan Dasar (2013), sebanyak 25,9% masyarakat Indonesia mengalami masalah
gigi diantaranya adalah anak usia ≤ 12 tahun yang proporsi bermasalah terhadap
kesehatan gigi dan mulut sebesar 24,8%. Data menunjukkan indeks DMF-T mencapai
4,6 mengindikasikan 460 kerusakan gigi pada 100 orang. Sedangkan Jawa Barat
memiliki angka DMF-T 4,1 artinya rata-rata pada setiap orang terdapat 4 atau 5
gigi yang mengalami kelainan berupa gigi berlubang, gigi sudah ditambal, dan
gigi dicabut akibat karies.
Berdasarkan
Provinsi pada tahun 2013 yang mempunyai masalah gigi dan mulut cukup tinggi
(>35%) adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi
Tengah dengan masing-masing EDM 10,3%, 8% dan 8% dan 6,4%. Bila dibandingkan
tahun 2007 dan 2013 peningkatan masalah gigi dan mulut tertinggi adalah
Provinsi Sulawesi Selatan (10,9%), Di Yogyakarta (8,5%) dan jawa Timur (8,3%).
Sedangkan Provinsi Jambi, Riau, Bengkulu mengalami penurunan masalah gigi dan
mulut masing-masing 8,3%, 6,6% dan 6,3%.
Pemeriksaan ulang
yang dilakukan pada tanggal 25 November 2015 di UKGS SDN 1 Tobaku , ditemukan
14 siswa kelas 6 yang mengalami penambahan karies. Penambalan karies pada 2
gigi tetap yang sebelumnya bebas dari karies (free karies). Data dari buku
perawatan anak tersebut yang terdapat di UKGS, selama kelas 1 sampai kelas 5
tidak ditemukan karies pada gigi molar tetapnya, seharusnya pelayanan asuhan
yang diberikan secara berkesinambungan dapat mempertahankan bahkan mencegah
terjadinya karies baru, mengingat anak tersebut akan melanjutkan ke jenjang
pendidikan selanjutnya yang diharapkan dapat meningkatkan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulutnya.
Berdasarkan uraian
diatas, penulis tertarik untuk mencari factor penyebab terjadinya karies pada anak
dan membuat suatu laporan kasus mengenai “Asuhan keperawatan gigi dan
mulut usia 6 dengan kasus gigi 36 KME di
wilayah kerja puskemas Katoi”.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di
atas yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah
pengetahuan tentang penambalan Atraumatic Restorative Treatment ART gigi dengan
kasus karies mencapai email (KME) pada
anak usia 6 tahun di wilayah kerja
Puskemas Katoi?
C.
Tujuan
Untuk melihat pengetahuan tentang penambalan Atraumatic
Restorative Treatment ART gigi dengan kasus karies mencapai email (KME) pada anak usia 6 tahun di wilayah kerja Puskemas Katoi
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
A.
GAMBARAN
UMUM
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknik
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan satu atau sebagian wilayah kecamatan. Dan Puskemas
sebagai unit organisasi fungsional dibidang kesehatan atau lembaga milik negara
berperan aktif sebagai ujung tombak terdepan dalam melaksanakan pembangunan
dalam bidang kesehatan, juga membina peran serta masyarakat dan pelayanan
kesehatan dasar secara menyeluruh dan terpadu. Dalam proses pencapaian tujuan
yang diinginkan puskesmas harus melaksanakan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, kontrol dan penilaian (evaluasi) dengan sebaik-baiknya, dalam
menjalankan fungsinya puskesmas telah dilengkapi dengan sistem menejemen
seperti, lokakarya mini, SP2TP, monitoring bulanan, laporan bulanan, laporan
triwulan, laporan tahunan dan hal-hal lain yang menunjang pelaksanaannya.
B.
LETAK
GEOGRAFIS PUSKESMAS
Terletak di
kabupaten kolaka utara desa katoi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ATRAUMATIC
RESTORATIVE TREATMENT
Atraumatic
Restirative Treatment (ART) adalah suatu metode atau prosedur penumpatan di
bidang konservasi gigi dengan cara membuang jaringan karies gigi hanya dengan
instrument genggam, selanjutnya membersihkan dan metumpat dengan bahan tumpat
yang bersifat adhesive. Saat ini bahan yang diguna-kan untuk restorasi adalah
GIG. Peralatan untuk ART sangat sederhana, tidak memerlukan instalasi air dan
instalasi listrik khusus, baik dental chair, dan dental unit. Juga tidak memerlukan
bor. Konsep ART adalah meminimalkan invasi dan mengurangi trauma pada gigi. Dapat dikatakan tidak menimbulkan
trauma, baik secara fisik yang biasanya oleh getaran bor, maupun trauma secara
psikis yang biasanya oleh rasa takut melihat peralatan yang tersedia dan bunyi
bor. Cara ini dengan demikian dapat mengurangi rasa takut pada anak-anak. Peralatan yang digunakan dapat
dijinjing dan dibawa-bawa, sehingga dapat digunakan untuk mengunjungi penderita
dengan disabilitas mobilitas.
Instrumen
ART ini terdiri dari pinset, sonde, hatchet, spoon excavator (small, medium
atau large), applier/carver, glass slab atau paper mixing pad, dan spatula.
Untuk penerangan wilayah kerja dapat menggunakan cahaya alami atau lampu biasa
saja. Peralatan yang sederhana ini, dapat dimodifikasi sesuai keadaan setempat.
Pelaksanaan tumpatan dilaksanakan sesuai pedoman WHO yaitu hanya menggunakan
"hand instruments", posisi pasien berbaring pada "bed chair
knock down and removable " dengan
metode ART memiliki beberapa keuntungan, antara lain dapat menjangkau daerah
perifer atau daerah dengan sarana listrik maupun sarana air terbatas, biaya
instrumen yang diperlukan relatif murah dibanding dengan cara konvensional,
instrumen dapat dijinjing dan mudah dibawa kemana-mana. Pada hari kesehatan sedunia tanggal 4
April 1994, oleh WHO telah dicanangkan penggunaan metode ART dan bahan tumpat
GIC sebagai salah satu alternatif dalam upaya pengendalian masalah karies pada
masyarakat.
B.
GLASS LONOMER CEMENT (GIC)
GIC merupakan salah satu jenis bahan
tumpat yang dianjurkan oleh WHO untuk penumpatan dengan metode ART. Bahan
tumpat GIC tersedia dalam bentuk powder dan liquid di dalam botol atau di dalam
kapsul. Powder terdiri dari bahan gelas dan berbagai macam mineral. Mineral
yang sangat penting adalah silicon oxide, aluminium oxide dan fluoride oxide.
Liquid terdiri dari polyacrylic acid. GIC melekat pada jaringan gigi secara
kimia melalui pertukaran ion karboksilat yang berasal dari bahan tumpat dengan
ion phosphat jaringan gigi. Adhesi antara GIC dan jaringan gigi pada email gigi
lebih kuat dari pada adhesi GIC dengan dentin. Hal ini disebabkan karena email
lebih banyak mengandung phosphat dibanding dentin Bahan tumpat GIC memiliki
beberapa keuntungan yaitu melekat secara fisika kimia dengan jaringan gigi,
mengandung fluor, melepaskan fluor, tidak mengiritasi jaringan mulut dan
gingival, bersifat bakteriostatik, dan dapat berfungsi sebagai reservoir fluor
selama tumpatan berada di mulut dan dalam keadaan baik. Adanya fluor yang larut
dalam saliva dan adanya proses sirkulasi saliva, fluor akan terdapat kontinu di
dalam mulut. Semua produk GIC melepaskan fluor, namun jumlahnya berbeda-beda
bergantung pada produsen yang memproduksi bahan GIC tersebut.
Pelaksanaan tumpatan tidak memerlukan
dental chair, dental unit, tidak memerlukan bor, dan tidak memerlukan instalasi
listrik maupun instalasi air khusus, yang biasanya memerlukan biaya mahal.
Adanya daerah dengan keterbatasan sarana listrik dan air yang bervariasi,
dengan demikian metode ini disarankan untuk dilakukan di wilayah dengan sarana
dan prasarana terbatas, daerah terpencil dan daerah sulit dijangkau. Juga pada
anak-anak yang biasanya takut melihat peralatan kedokteran gigi. Peralatan yang
digunakan dapat dijinjing dan dibawa-bawa, sehingga dapat digunakan untuk
mengunjungi penderita dengan disabilitas mobilitas antara lain kelompok usia
lanjut (Panti Wreda).
Bahan tumpat GIC berfungsi sebagai
preventif sekaligus kuratif melalui pelepasan Fluor yang memperkuat email.
Selain itu juga bersifat rechargeable terhadap adanya Fluor di dalam saliva
yang berasal dari pasta gigi, makanan, minuman maupun sumber lainnya. Untuk itu
perlu dibuat model penyuluhan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut tepat guna,
yang dilaksanakan secara terus menerus, dan berkesinambungan.
Tidak ada perbedaan yang bermakna Success
rate tumpatan setelah tiga tahun antara dokter gigi dan perawat gigi. Sebagai
alternatif peningkatan upaya preventif dapat melalui peningkatan pemberdayaan
perawat gigi. Dalam hal ini, pelaksanaan tumpatan dengan metode ART-GIC
meskipun sederhana, namun tetap memerlukan kehati-hatian untuk mencapai hasil
yang berkualitas. Untuk itu perlu dilakukan pendidikan atau pelatihan tambahan
yang berkesinambungan bagi tenaga pelaksana. Tumpatan ART-GIC cost efektif,
dengan demikian upaya preventif dan kuratif tetap dapat dilaksanakan untuk
daerah dengan alokasi pendanaan terbatas dan prevalensi karies tinggi.
Indikasi
dan penilaian/skor tumpatan ART-GIC
Penentuan indikasi dan evaluasi ART
menggunakan pedoman WHO yaitu Guidelines for
protocols for Clinical Studies of the Atraumatic Restorative Treatment tehnique
and materials adalah sbb:
Kriteria inklusi adalah :
1. Karies
pada satu permukaan
2. Karies
email
3. Karies
telah rnengenai dentin namun belum pernah sakit dan kavitas dapat dijangkau
dengan instrumen genggam.
Kriteria eksklusi adalah:
1. Karies lanjut dan gigi telah mengalami
abses atau fistula
2. Karies telah mengenai pulpa
3.
Pulpitis khronis
4.
Gigi pernah sakit dalam periode waktu yang lama
5. Kavitas tidak dapat dijangkau dengan
instrumen tangan
Skor penilaian keberhasilan Tumpatan ART
0 = Tumpatan ada dan utuh/baik (present, good).
1
= Tumpatan ada dan sedikit cacat pada perbatasan dan atau permukaan aus dalamnya kurang dari 0,5 mm diukur
dengan bola diujung WHO probe, tidak perlu perbaikan
2
= Tumpatan ada dan cacat pada perbatasan dan atau permukaan dalamnya antara 0,5
- 1,0 mm, perlu perbaikanj.
3
= Tumpatan ada dan cacat pada perbatasan dan atau permukaan aus, dalamnya lebih
dari 1,0 mm, perlu perbaikan
4
= Tumpatan tidak ada / tumpatan (hampir) sama sekali hilang perlu tumpatan
baru.
5
= Tumpatan tidak ada, karena alasan lain, karena pada gigi telah diadakan
perawatan lain.
6
= Gigi tidak dijumpai lagi karena alasan apapun. (tooth not present whatever
reason).
9
= Tak dapat didiagnosis
Prinsip
Umum Preparasi kavitas
1. Pengambilan
jaringan terinfeksi saja
2. Perluasan
kavitas disesuaikan dng perkembangan lesi dr DEJ
3. Extention
for prevention tdk perlu
4. Karies
kronis jaringan terinfeksi tdk ada
5. Dentin
sklerotik selama tdk mengganggu estetika ditinggalkan
6. Pengambilan
jaringan karies dengan instrumen genggam (ART)
Keuntungan preparasi
minimal
1. Sisa
jaringan yg ditinggalkan lebih kuat
2. Cedera
thd jar pulpa minimal
3. Pengembalian
bentuk anatomi gigi lebih mudah
4. Pekerjaan lbh cepat, mudah dan murah
Prinsip dasar Saat ini,
bahan ART
1. menggunakan
glassionomer sebagai restorative material.
2. Melakukan
tambalan menggunakan bahan yang melekat dengan gigi
3. Menghilangkan
jaringan karies hanya menggunakan hand instruments
Indikasi
ART
Pada
dasarnya ART dapat diaplikasikan pada :
·
Kavitas yang melibatkan dentin
·
Kavitas yang bisa dibersihkan dengan hand
instruments
Kontraindikasi ART
1. Karies
sulit dijangkau hand instruments misal di proximal
2. Kavitas
karies sulit dibersihkan dengan hand instruments
3. Gigi
sakit dalam jangka waktu lama dan ada kemungkinan inflamasi pulpa kronis
4. Karies
yang melibatkan pulpa
5. Adanya
pembengkakan (abses) atau fistula yang dekat dengan gigi yang karies
C.
PENGERTIAN
KARIES
Menurut Kusumawardani (2011), karies adalah kerusakan
yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke
dentin (tulang gigi). Struktur email sangat menentukan proses terjadinya
karies. Permukaan email luar lebih tahan terhadap karies dibanding lapisan
bawahnya, karena lebih padat dan lebih keras.
Sedangkan menurut Kidd dan Bechal (2012), karies
merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum,
yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang
dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi
bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks
yang dapat menyebabkan nyeri.
1.
Etiologi
karies
Menurut Kidd dan Bechal (2012), faktor penyebab terjadinya karies antara
lain:
a.
Faktor
Host (Gigi)
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya
karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat
mungkin diserang karies. Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh
saliva. Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak tergantung terhadap
lingkungannya, maka peran saliva sangat besar sekali.
Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih
dini karena banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva
dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain
mempengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi
pH nya. Karena itu, jika aliran saliva berkurang atau menghilang, maka karies
mungkin akan tidak terkendali.
b.
Faktor
Agent (Plak)
Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri
beserta produk-produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi
bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui
serangkaian tahapan.
Jika email yang bersih terpapar di rongga mulut maka
akan ditutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Sifatnya
sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada
permukaan gigi.
Streptococcus mutans dan laktobasilus merupakan kuman
yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat
diragikan. Kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat
menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakharida ekstra
sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Akibatnya, bakteri-bakteri
terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Dan
karena plak makin tebal maka hal ini akan menghambat fungsi saliva dalam
menetralkan plak tersebut.
c.
Faktor
Substrat Atau Diet
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan
karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu
mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk
pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakharida ekstra sel.
Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat sama
derajat organiknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak
berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan
karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap
ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri.
Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung
gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat
menyebabkan demineralisasi email. Plak akan bersifat asam selama beberapa
waktu. Untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh
karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH
plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.
d.
Faktor
Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali
mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies
tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh
karena itu, bila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau
tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk
menghentikan penyakit ini.
2.
Penggolongan
Karies
Menurut Kidd dan Bechal (2012), jenis-jenis karies dilihat dari
kedalamannya:
a.
Karies
Superfisialis (karies mencapai email)
Karies yang baru mengenai email gigi saja, sedangkan
bagian dentin belum terkena. Pada karies ini seringkali belum terasa sakit
karena di dalam email tidak ada serabut-serabut syaraf sehingga seringkali
orang tidak sadar bahwa giginya sudah berlubang.
b.
Karies
Media (karies mencapai dentin)
Karies yang sudah mencapai dentin atau bagian
pertengahan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit atau ngilu apabila
terkena rangsangan dingin, makanan asam atau manis.
c.
Karies
Profunda (karies mencapai pulpa)
Karies yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa
sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit saat makan dan
sakit tiba-tiba tidak ada rangsangan. Pada tahap ini apabila tidak dirawat,
maka gigi akan mati dan memerlukan perawatan yang lebih kompleks.
3.
Pencegahan
karies
Menurut Martariwansyah (2009), mengingat karies
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk dapat menghancurkan
gigi, secara teoritis ada tiga cara untuk mencegah karies, yaitu:
a.
Mengurangi
makanan yang banyak mengandung karbohidrat
Yaitu dengan mengurangi frekuensi konsumsi gula dan membatasinya pada
makanan. Menurut beberapa penelitian, cara ini dianggap sebagai teknik
pencegahan yang paling efektif.
b.
Meningkatkan
ketahanan gigi
Email dan dentin yang terbuka dapat dibuat lebih tahan terhadap karies
dengan pengaplikasian fluor secara tepat. Cekungan dan parit-parit kecil yang
terdapat pada permukaan gigi-gigi geraham adalah daerah rawan karies, sehingga
secara mudah untuk melindunginya dengan cara melakukan penambalan (pada parit
daratan tinggi gigi belakang).
c.
Menghilangkan
plak bakteri
Secara
teoritis, permukaan gigi yang bebas plak akan menjadi karies. Namun,
penghilangan total plak secara teratur bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu
teknik penyikatan yang benar dan rutin.
BAB
IV
PENATALAKSANAAN
A.
Alat
dan bahan untuk ART
1.
Excavator
2.
Mirror/
kaca mulut
3.
Pinset
4.
Dental hatchet
B.
Cara
kerja dari ART
1.
Menghilangkan
jaringan infeksius
Membersihkan karies dengan menggunakan ekskavasi dapat
dengan mudah dilakukan apabila gigi dalam keadaan kering Menghilangkan karies lunak dari
enamel dentine junction dapat menyebabkan
email tidak tersokong dentin Email
yang overhanging harus dihilangkan dan dapat dipatahkan dengan mudah
menggunakan blade dental hatchet. Letakkan pada ujung email dan patahkan
menjadi bagian-bagian kecil.
2.
Setelah
membersihkan Kavita blok saliva menggunakan catton roll
3.
Pembersihan dilakukan untuk meningkatkan
perlekatan kimia antara Glass-ionomer (GI) dengan struktur gigi dengan dua
kemungkinan cara berikut menggunakan dentine conditioner atau tooth cleaner
khusus atau cairan glass-ionomer Apabila ada oleskan cavity cleanser (misal:
dentin conditioner) sebelum menambal kavitas
4.
Biasanya adalah 10% polyacrylic acid.
Letakkan satu tetes di kertas GI atau slab. Celupkan kapas kecil kemudian
bersihkan seluruh kavitas dan fisur di sebelahnya selama 10-15 detik. Cairan
glass-ionomer dapat digunakan jika kandungan asamnya sama dengan condisioner
Kemudian bersihkan segera kavitas dan fisure paling tidak dua kali menggunakan
cotton pellets yang sudah dicelupkan dalam air bersih.
5.
Jika gigi sudah terkontaminasi darah atau
saliva ulangi prosedur pencucian, pembersihan dan rekondisi kavitas.
6.
Ketika
Kavita sudah kering kemudian mengaduk bahan tambalan GI dengan mengguankan
agata spatle dan papper pet dan memperhatikan aturan dari pabrik hasil akhir terlihat halus seperti
permen karet dilakukan
setelah kavitas kering dan terlindungi dari saliva
7.
Aplikasi pada kavitas
Setelah bahan tambalan seperti permen karet bahan tambalan kemudian di
isi kedalam Kavita dari tepi kavitas edikit demi sedikit ,Waktu mulai dari mencampur sampai
aplikasi dlm kavitas tdk boleh lebih dari satu menit.
8.
Jangan lakukan apapun selama periode
pengerasan dan jaga kondisi gigi tetap kering
9.
Akhir tahapan restorasi
Setelah 1 atau 2 menit (tergantung kondisi
cuaca) lakukan cek gigitan menggunakan articulation paper. Jika masih terlalu
tinggi, kurangi tambalan menggunakan applier/carver, Terakhir olesi ujung jari menggunakan Vaseline
10. Instruksi pasien tidak makan di daerah gigi yang sudah
d tambal selama 30 menit
C.
EVALUASI ART
·
Karies sekunder setelah penumpatan ART
tergolong rendah.
·
Kegagalan ART lebih banyak disebabkan krn
kesalahan operator
·
Jika
ada fraktur, atau lepas, perlakukan seperti aplikasi ART pada kasus baru.
·
Penyebab kegagalan : adukan tll kering,
dipaksa masuk kavitas
Jika pecah,
buang yg pecah, apa masih melekat dg baik, lalu aplikasi yg baru
D.
SASARAN
TINDAKAN PENCEGAHAN
Tindakan
preventif penambalan Atraumatic Restirative Treatment (ART) dilakukan pada
murid SD kelas 1 yang berusia 6 tahun pada gigi molar 1 belum mengalami
kerusakan.
E.
TEMPAT
PENATALAKSANAAN
Dilakukan di
sekolah-sekolah diwilayah kerja puskesmas KATOI yang sudah berjalan selama 1
tahun
F.
EVALUASI
Melakukan
monitoring minimal 6 bulan sekali setelah kegiatan, melakukan tindak lanjut
dari kegiatan tersebut.
BAB
V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tumpatan dengan ART-GIC berfungsi sebagai preventif
sekaligus kuratif, berpengaruh terhadap kesehatan gigi, menghambat terjadinya
karies (D) baru, sekaligus menghambat peningkatan DMF-T/caries experience.
Selain itu, meningkatnya gigi yang sudah ditumpat (F), Performance Treatment
Index (PTI) jadi meningkat, sehingga dapat meningkatkan jangkauan upaya
pelayanan kesehatan gigi. Disarankan untuk dilaksanakan di seluruh SD yang
telah memiliki program UKS, dimulai terutama pada anak kelas satu/umur 6 tahun
yang umumnya telah memiliki gigi molar permanen yaitu molar pertama pada rahang
bawah kanan dan kiri.
Pelaksanaan tumpatan tidak memerlukan dental chair,
dental unit, tidak memerlukan bor, dan tidak memerlukan instalasi listrik
maupun instalasi air khusus, yang biasanya memerlukan biaya mahal. Adanya
daerah dengan keterbatasan sarana listrik dan air yang bervariasi, dengan
demikian metode ini disarankan untuk dilakukan di wilayah dengan sarana dan
prasarana terbatas, daerah terpencil dan daerah sulit dijangkau. Juga pada anak-anak
yang biasanya takut melihat peralatan kedokteran gigi. Peralatan yang digunakan
dapat dijinjing dan dibawa-bawa, sehingga dapat digunakan untuk mengunjungi
penderita dengan disabilitas mobilitas antara lain kelompok usia lanjut (Panti
Wreda).
Bahan tumpat GIC berfungsi sebagai preventif sekaligus
kuratif melalui pelepasan Fluor yang memperkuat email. Selain itu juga bersifat
rechargeable terhadap adanya Fluor di dalam saliva yang berasal dari pasta
gigi, makanan, minuman maupun sumber lainnya. Untuk itu perlu dibuat model
penyuluhan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut tepat guna, yang dilaksanakan
secara terus menerus, dan berkesinambungan.
Tidak ada perbedaan yang bermakna Success rate
tumpatan setelah tiga tahun antara dokter gigi dan perawat gigi. Sebagai
alternatif peningkatan upaya preventif dapat melalui peningkatan pemberdayaan
perawat gigi. Dalam hal ini, pelaksanaan tumpatan dengan metode ART-GIC
meskipun sederhana, namun tetap memerlukan kehati-hatian untuk mencapai hasil
yang berkualitas. Untuk itu perlu dilakukan pendidikan atau pelatihan tambahan
yang berkesinambungan bagi tenaga pelaksana.
Tumpatan ART-GIC cost efektif, dengan demikian upaya
preventif dan kuratif tetap dapat dilaksanakan untuk daerah dengan alokasi
pendanaan terbatas dan prevalensi karies tinggi.
B.
SARAN
1.
Bagi
pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan
upaya pencegahan dan
penanggulangan masalah kesehatan gigi dan mulut yang terjadi pada
anak-anak dan penyediaan alat-alat yang belum tersedia
2.
Bagi
masyarakat diharapkan dapat menggunakan fasilitas Poli Gigi di Puskesmas
sehingga dapat meningkatkan status kebersihan gigi dan mulut yang baik
3.
Pada
anak-anak yang sedang mengalami masa peralihan gigi susu ke gigi tetap umur
7-12 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan rutin 6 bulan sekali sebagai salah
satu usaha untuk menemukan kasus penambalan
ART secara
dini
4.
Perlunya
memberikan peyuluhan kepada orang tua tentang kesehatan gigi agar orang tua
lebih emperhatikan waktu erupsi gigi permanen anak dan dapat mencegah
terjadinya persistensi yang juga akan dapat mengurangi adanya kasus maloklusi.
DAFTAR PUSTAKA
Agtini, Magdarina Destri.
Efektifitas Pencegahan Karies Dengan A Tra Uma Tic Restora Tive Trea Tment Dan
Tumpatan Glass Ionomer Cement Dalam Pengendalian Karies Dibeberapa Negara. 2010.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Phantumvanit
P, Songpaisan Y. Atraumatic Restorative
Treatment (ART) : a Three Years Community Field Trial in Thailand - Survival of
One - Surface Restorative in Permanent Dentition. Journal of Public Health
Dentistry, Vol 56, No. 3. Special Issue 1996. p.141-145.
Magdarina
DA, Sutopo U, Sintawati. Laporan Akhir studi : Metode Pelayanan Kesehatan Gigi pada Murid Sekolah Dasar dalam Rangka
Peningkatan Pemerataan Pelayanan. 1998. Magdarina DA. Pengaruh Tumpatan Glass
lonomer Cement dengan Metode Atraumatic Restorative treatment terhadap
Peningkatan Status Kesehatan Gigi. Disertasi.2002. Badan Litbangkes
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Sundoro EH. Konsep
Baru Perawatan Keries. Pada Seminar: Atraumatic Restorative Treatmant (ART)
Terobosan Baru dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi, 29 Juli 2000. Badan
Litbangkes. Depkes RI. Jakarta.